Selain menjadi penyebab seseorang masuk Surga dan jauh dari Neraka, silaturrahim dapat memperluas rejeki dan juga memanjangkan umur. Berkali-kali Faiz membaca catatan yang diberikan Pak Sholeh, guru agamanya.
Kalau karena silaturrahim seseorang bisa masuk Surga dan jauh dari Neraka, Faiz bisa mengerti. Demikian pula memperluas rejeki, dapat Faiz pahami. Ayah dan Bunda sering mengajak ia silaturrahim ke rumah saudara di luar kota. Berbagai makanan dan minuman lezat selalu dihidangkan setiap kali mereka ke sana. Bahkan sering ia diberikan jajanan untuk dibawa pulang. Hal yang sama juga Ayah dan Bunda lakukan saat ada saudara yang datang. Tapi, bila silaturrahim dapat memanjangkan umur, ada beberapa kejadian yang menurutnya justru bertolak belakang, membuat ia tak juga bisa mengerti.
Bingung, akhirnya Faiz bertanya pada Bunda yang malam itu kembali mendampinginya belajar, seperti malam-malam sebelumnya.
“Bunda, kata Pak Sholeh, salah satu keutamaan silaturrahim adalah dapat memanjangkan umur. Tapi ada yang membuat Faiz bingung, Bunda. Kemarin tetangga kita ada yang meninggal, katanya kecelakaan di jalan saat mau ke rumah saudaranya di luar kota. Juga bapaknya si Ade, meninggal beberapa saat setelah pulang dari rumah saudaranya. Mereka ke sana kan juga silaturrahim, tapi kok umurnya ndadiperpanjang, Bunda?” Faiz menyampaikan kebingungannya.
Mendengar keseriusan putranya, Bunda berhenti memeriksa buku-buku pelajaran dan catatan Faiz. Menatap lembut putra sulungnya yang semakin kritis bertanya, terkadang sengaja membandingkan penjelasan Bunda dengan penjelasan yang ia dapatkan dari guru di Sekolahnya.
“Betul, Sayang. Ada beberapa keutamaan dari menjaga dan melakukan silaturrahim, salah satunya seperti yang kamu sebutkan, yaitu dapat memanjangkan umur. Tapi seperti halnya jodoh dan rejeki, umur juga termasuk rahasia Illahi. Kematian adalah sebuah kepastian yang Allah rahasiakan. Tak ada makhluk yang abadi. Setiap yang bernyawa akan merasakan mati, ini sudah menjadi ketetapan Illahi. Tapi kapan, di mana dan dengan cara bagaimana, tidak ada yang tahu secara pasti.”
“Termasuk tetangga kita yang meninggal dalam kecelakaan saat mereka hendak atau setelah bersilaturrahim, itu sudah menjadi ketetapan Allah. Tidak ada yang bisa memajukan atau memundurkan sedetikpun kecuali Allah sendiri yang menghendaki. Barangkali yang membuatmu bingung, mengapa mereka meninggal justru dalam rangka menjaga silaturrahim, dimanakah kebenaran bahwa silaturrahim itu dapat memanjangkan umur, betul?”
Faiz mengangguk, membenarkan apa yang Bunda katakan.
“Seperti yang Bunda katakan tadi, bahwa tidak ada yang tahu umur seseorang, sebagaimana tidak ada yang bisa memajukan atau memundurkan, kecuali Allah swt. Dan bukan tidak mungkin, sebenarnya umur tetangga kita sebenarnya lebih pendek dari itu, lalu karena mereka selalu menjaga silaturrahim akhirnya Allah memanjangkan umurnya sampai batas dimana kecelakaan itu yang menjadi perantaranya. Perlu kamu ingat, memanjangkan umur bukan berarti hidup selamanya. Tetap ada batasannya.”
Faiz terlihat antusias mendengar penjelasan Bunda. Walau penjelasan ini tak sempat ia dapatkan dari guru agamanya, karena bel sekolah terlanjur berbunyi ketika ia hendak bertanya, rasa penasarannya kini sudah jauh berkurang, bahkan nyaris hilang.
“Itu pemahaman yang pertama. Yang kedua, memanjangkan umur juga bisa diartikan namanya akan tetap dikenang walaupun ia sudah lama meninggal. Orang yang gemar melakukan silaturrahim, kehadirannya selalu diharapkan, kedatangannya dinantikan. Jika lama tak kelihatan, orang akan merindukannya, menanyakan kabarnya. Bila ia dalam kesusahan, orang akan membantunya, mendoakannya. Bahkan seperti yang Bunda katakan tadi, meski ia sudah meninggal dunia, namanya akan selalu diingat karena kebaikannya dan doa selalu dipanjatkan untuknya. Orang akan terus mengenang dan menyebut namanya seolah ia masih hidup, ada dan dekat, di antara mereka.” panjang lebar Bunda menjelaskan.
Faiz menyimak penjelasan Bunda dengan seksama. Membatalkan niatnya untuk bertanya karena Bunda sudah lebih dulu melanjutkan penjelasannya.
“Sebaliknya, orang yang tidak menjaga silaturrahim, apalagi sengaja memutuskan karena nafsunya, jangankan sesudah mati, semasa hidupnya saja orang sudah dan mudah melupakannya. Karena jarang bersilaturrahim, orang tidak merasa kehilangan ketika lama ia tak kelihatan. Sekedar bertanyapun tidak, apalagi merindukan kedatangannya. Namanya cepat terlupakan. Tak ada orang yang ingat atau sengaja mengingat-ingat keberadaannya. Sungguh, orang seperti ini sangatlah merugi. Ia seperti mati sebelum mati. Nauzubillah!”
Faiz ikut merinding membayangkan apa yang Bunda katakan. Betapa ruginya orang yang meninggalkan silaturrahim, apalagi sengaja memutuskan. Selain menutup rejekinya sendiri, namanya akan segera terlupakan. Ia seperti mati sebelum mati.
“Karena itu anakku. Jangan sekali-kali kamu memutuskan silaturrahim. Jangan sampai orang terlupa akan keberadaanmu karena kamu tak pernah mengunjungi mereka. Walau sebentar, sempatkanlah waktumu. Juga ketika Ayah dan Bunda telah tiada, tetaplah jaga silaturrahim dengan saudara, sahabat dan kerabat Ayah Bunda, sebagai salah satu bukti baktimu kepada kami.”
“Insya Allah, Bunda.” jawab Faiz lamat-lamat, nyaris tak terdengar. Hatinya bergetar mendengar penjelasan dan pesan Bunda untuk tetap menjalin silaturrahim dengan saudara ketika kelak mereka sudah tiada.