Atraksi Fisika di Udara



Kalian tentu pernah melihat sesuatu yang terbang entah itu makhluk hidup seperti burung, capung, kalelawar dan sebagainya, maupun benda mati seperti pesawat terbang. Nah disini Kita akan membahas mekanisme fisika yang terjadi pada benda terbang tersebut.



Atraksi terbang burung‐burung di udara ini ternyata melibatkan ilmu

fisika. Ada 4 jenis gaya yang terlibat dalam atraksi udara tertua ini.



1. Drag Force, yaitu gaya hambat udara. Gaya ini berasal dari tumbukan

molekul‐molekul udara dengan tubuh burung. Arah gaya ini selalu

berlawanan dengan arah gerak burung. Sedangkan besar gaya ini sangat

tergantung pada luas permukaan burung dan kecepatan burung.

Semakin luas permukaan burung semakin besar gaya hambatnya.

Semakin cepat burung bergerak semakin besar pula gaya hambatnya ini.

Suatu ilustrasi yang dapat menggambarkan drag‐force (hambatan) udara

ini adalah hambatan yang dirasakan saat kita berjalan melawan arah

angin yang kencang. Hambatan ini semakin terasa besar ketika kita

membuka lengan kita lebar‐lebar (memperluas permukaan tubuh kita)

atau ketika kita bergerak lebih cepat.



2. Lift Force (gaya angkat) merupakan gaya yang mengangkat burung ke

atas. Ada 2 hal yang dapat menimbulkan gaya angkat ini: kepakan sayap

dan aliran udara yang lewat sayap. Ketika burung mengepakkan sayap ke

bawah, burung menekan udara ke bawah, akibatnya udara akan menekan

balik dan mendorong burung ke atas (hukum aksi‐reaksi). Semakin cepat

kepakan sayap, semakin besar gaya keatasnya. Itu sebabnya burung

merpati yang hendak terbang akan mengepakan sayapnya secara cepat.

Burung yang berat seperti Kori Bustard dari Afrika tentu harus

mempunyai otot dada yang kuat sehingga mampu mengepakan sayap

lebih cepat untuk mengangkat tubuhnya yang gembrot itu (19 kg).

(Karena ototnya keras, daging Kori Bustard keras....kurang enak dimakan).









Gb.1 aliran udara pada sayap burung.

Aliran udara Aliran udara

Aliran udara

Sayap burung

Pada Gb. 1 digambarkan aliran udara ketika melewati sayap. Udara yang

mengalir lewat bagian atas sayap akan bergerak lebih cepat karena udara

ini harus menempuh lintasan yang lebih jauh. Akibatnya tekanan dibagian

ini lebih kecil dibandingkan dengan tekanan udara dibawah sayap.

Perbedaan tekanan ini memberikan gaya angkat pada burung. Semakin

melengkung (semakin aerodinamis) sayap semakin besar gaya angkatnya.



3. Thrust (gaya dorong) yaitu gaya yang mendorong burung bergerak maju.

Gaya ini dihasilkan melalui kepakan sayap yang bergerak seperti angka 8

rebah (dilihat dari samping). Kepakan sayap menghasilkan suatu pusaran

udara (vorteks) yang dapat memberikan suatu dorongan bagi burung

untuk bergerak maju di udara. Besar‐kecilnya gaya dorong ini sangat

tergantung pada kekuatan otot terbang.



4. Weight (gaya berat) yaitu gaya tarik gravitasi bumi. Besarnya sangat

tergantung pada massa burung. Arahnya vertikal ke bawah.







Gambar 3 Gaya‐gaya pada burung yang sedang terbang

Kombinasi ke 4 gaya ini dimanfaatkan burung untuk melakukan berbagai

atraksi seperti parachutting (gerak parasut), gliding (meluncur), flight (terbang

ke depan), dan soaring (membubung) (pintar yach burung‐burung ini....)

Parachuting (gerak parasut)

Gerak parasut merupakan gerak jatuh di udara (bisa miring bisa pula vertikal).

Sudut miringnya lebih besar dari 450 terhadap garis mendatar. Untuk melakukan

gerak parasut, burung rajawali harus memperbesar gaya hambatnya (drag force)

caranya adalah dengan memperbesar luas permukaannya (misalnya dengan

melebarkan sayapnya).

Gliding (meluncur)

Gliding (meluncur) yaitu gerak jatuh yang membentuk sudut lebih kecil dari 45°

dengan garis mendatar. Fokus utama dalam gliding adalah meluncur semendatar

mungkin. Ini dilakukan dengan memperkecil gaya hambat udara. Dalam

melakukan gliding burung Fulmar dapat menempuh jarak mendatar 8,5 meter

tetapi hanya turun 1 meter saja. Burung pemakan bangkai (Vultures) lebih bagus

lagi, burung ini dapat menempuh jarak mendatar 22 jarak meter dengan turun

hanya 1 meter.

Flight (terbang)

Gerakan flight (terbang) dilakukan dengan mengepakkan sayap. Kepakan

sayap digunakan untuk menghasilkan gaya dorong ke depan (thrust) dan gaya

angkat (lift). Gaya dorong dan gaya angkat ini dapat diatur oleh burung untuk

mengendalikan arah, kecepatan, dan ketinggiannya (ternyata otak burung cukup

cerdas untuk menghitung fisika he...he..he.....).

Ketika burung hantu turun dengan kecepatan tinggi untuk menangkap

tikus, burung hantu mengecilkan drag force dengan merampingkan tubuhnya

atau menekuk sayapnya. Ketika sudah dekat dengan mangsanya (akan

mendarat), burung hantu memperlambat gerakannya dengan memperbesar drag

force yaitu dengan mengembangkan sayapnya (wuiii ...hebat sekali ilmu fisika

burung hantu ini...)

Soaring (gerak membubung)

Gerak membubung merupakan gerak naik tanpa mengepakkan sayap. Gerakan

ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan arus udara. Akibat pemanasan

matahari suhu udara yang dekat permukaan bumi menjadi lebih panas, udara

panas ini akan naik ke atas dan menimbulkan arus udara ke atas. Arus udara

inilah yang dimanfaatkan oleh burung rajawali untuk membubung tinggi tanpa

perlu mengepakan sayapnya yang besar (hemat energi lho...). Burung camar atau

burung albatros, lain lagi. Untuk membubung, burung camar memanfaatkan

arus udara yang dipantulkan oleh permukaan air laut. Itu sebabnya burung camar



selalu berada dekat‐dekat dengan permukaan laut.

Parade Burung Terbang

Pernah lihat angsa atau burung terbang bermigrasi (berpindah tempat)?

Angsa ini umumnya terbang berkelompok membentuk suatu parade yang sangat

indah, jarang ditemukan angsa terbang jauh sendirian. Selain untuk

meningkatkan keamanan terhadap serangan predator, kebersamaan itu juga

mengurangi resiko tersesat di jalan saat melakukan migrasi jarak jauh. Dalam

melakukan migrasi dari satu tempat ke tempat lain angsa‐angsa ini

memanfaatkan medan magnetik bumi sebagai penunjuk arah.

Dalam melakukan parade, angsa‐angsa ini seringkali membentuk formasi

seperti huruf V (gambar 4). Angsa yang paling depan (pemimpin) merupakan

pembuka jalan yang harus bekerja keras “memecah” hambatan udara, sehingga

angsa dibelakangnya dapat bergerak lebih mudah. Ketika pemimpin ini lelah,

temannya segera menggantikan posisinya (wah ternyata angsa tidak

egois ...nggak mau enak sendiri).

Dalam formasi huruf V ini gerakan angsa‐angsa dalam kawanan ini sangat

sinergi sehingga mereka tidak perlu keluar tenaga terlalu besar (pemakaian

energi lebih efisien) untuk melakukan perjalanan yang jauh (wah tampaknya kita

harus belajar dari angsa dalam bekerja sama...).

Angsa‐angsa ini tampak kompak sekali, seakan‐akan tidak pernah ada

yang salah arah. Sebenarnya berbagai kesalahan arah terbang tetap terjadi,

hanya saja kesalahan itu dapat dengan cepat dileburkan sehingga tidak terlihat

mempengaruhi arah terbang kawanan. Pada gambar 4, sekumpulan angsa

sedang bergerak ke arah utara. Jika satu angsa menyimpang dari posisi (1) ke

posisi (2) lalu ke posisi (3) dan (4), maka angsa‐angsa lain akan berusaha

menyesuaikan diri (dengan memperhatikan aliran udara dan kondisi udara

disekitarnya) sedemikian sehingga terjadi perubahan posisi tetapi arah gerak

kawanan tetap tidak berubah yaitu tetap ke arah utara. Eh tahu nggak... konsep

perubahan posisi ini dapat diterapkan dalam ilmu manajemen modern lho.

Menurut konsep ini jika ada seorang mempunyai ide yang dapat

menyimpangkan arah perusahaan tetapi menguntungkan perusahaan itu, orang

ini tidak akan dikucilkan. Teman‐temannyalah yang akan menyesuaikan diri

sedemikian sehingga misi dan visi perusahaan tetap tidak berubah, walaupun

mungkin posisi teman‐temannya itu bisa berubah (wah keren... belajar dari

angsa).



Gambar 4 Formasi terbang kawanan burung

Memang asyik mengamati gerakan‐gerakan burung. Ternyata dalam ilmu

fisika kita harus banyak belajar dari burung. Begitu indah dan mempesonanya

atraksi fisika yang mereka pertontonkan di udara selama jutaan tahun sehingga

rasanya kita ini tidak ada apa‐apanya.

(Yohanes Surya).
Previous
Next Post »