Adab Menuntut Ilmu
Admin
Allah telah menjaga pertahanan kaum muslimin dengan mujahidin (orang-orang yang berjihad) dan menjaga syariat Islam dengan para penuntut ilmu, sebagaimana dalam firman-Nya:
“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS. At Taubah:122)
Pada ayat tersebut, Allah membagi orang-orang yang beriman menjadi dua kelompok, mewajibkan kepada salah satunya berjihad fi sabilillah dan kepada yang lainnya mempelajari ilmu agama. Sehingga tidak berangkat untuk berjihad semuanya karena hal ini menyebabkan rusaknya syariat dan hilangnya ilmu, dan tidak pula menuntut ilmu semuanya sehingga orang-orang kafir akan mengalahkan agama ini. Karena itulah Allah mengangkat derajat kedua kelompok tersebut. (Hilyah al ‘Alim al Mu’allim, Salim al Hilaliy hl:5-6)
Yang dimaksud dengan ilmu tersebut adalah ilmu syar’i, yaitu ilmu yang Allah turunkan kepada Nabi-Nya Shalallahu ‘Alaihi Wassalam berupa keterangan dan petunjuk. Jadi ilmu yang dipuji dan disanjung adalah ilmu wahyu, ilmu yang Allah turunkan saja. Sebagaimana sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam:
“Barangsiapa yang Allah menghendaki padanya kebaikan maka Dia akan menjadikannya mengerti masalah agama.”(HR. Bukhari dan Muslim)
Beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda pula:
“Sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, hanya saja mereka mewariskan ilmu. Maka barangsiapa mengambilnya berarti ia mengambil nasib (bagian) yang banyak.” (HR. Abu Dawud dan At Tirmidzi)Sebagaimana telah kita ketahui bahwasanya yang diwariskan oleh para nabi adalah ilmu syariat Allah dan bukan yang lainnya. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal:11
Hukum Menuntut Ilmu Syar’i
Menuntut ilmu syar’i adalah fardlu kifayah yaitu apabila telah mencukupi (para penuntut ilmu) maka bagi yang lain hukumnya adalah sunnah, namun bisa juga menjadi wajib bagi tiap orang atau fardlu ‘ain yaitu ilmu tentang ibadah atau muamalah yang hendak ia kerjakan. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal:21)
Penuntut Ilmu Hendaklah Menghiasi Dirinya Dengan Adab-Adab Sebagai Berikut:
Pertama: Mengikhlaskan Niat Hanya Karena Allah
Hendaklah dalam menuntut ilmu niatnya adalah wajah Allah dan kampong akhirat, sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam:
“Barangsiapa menuntut ilmu-yang mestinya untuk mencari wajah Allah-, tiadalah ia mempelajarinya melainkan hanya untuk mendapatkan bagian dari dunia, pasti ia tidak akan mendapatkan bau surga pada hari kiamat.” (HR. Ahmad dll). Ini adalah ancaman yang keras. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal :25)
Apabila ilmu telah kehilangan niat yang ikhlas; berpindahlah ia dari ketaatan yang paling afdhal menjadi penyimpangan yang paling rendah. Diriwayatkan dari Sufyan ats Tsauri rahimahullah berkata: “Tiadalah aku mengobati sesuatu yang lebih berat dari niatku.”
Dari Umar bin Dzar bahwasanya ia berkata kepada ayahnya: “Wahai ayahku! Mengapa orang-orang menangis apabila ayah menasehati mereka, sedang mereka tidak menangis apabila orang lain yang menasehati mereka?” Ayahnya menjawab:” Wahai puteraku! Tidak sama ratapan seorang ibu yang ditinggal mati anaknya dengan ratapan wanita yang dibayar (untuk meratap). (Hilyah Tholibil ‘Ilmi, Bakr Abu Zaid hal: 9-10)
Kedua: Memberantas Kebodohan Dirinya dan Orang Lain
Hendaklah dalam menuntut ilmu berniat untuk memberantas kebodohan dari dirinya dan dari orang lain, karena pada dasarnya manusia itu jahil (bodoh), sebagaimana firman Allah:
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (QS. An Nahl:78)
Imam Ahmad rahimahullah berkata:
“Ilmu itu tiada bandingannya bagi orang yang niatnya benar.” Mereka bertanya: ”Bagaimanakah hal itu?” Beliau menjawab: “Berniat memberantas kebodohan dari dirinya dan dari orang lain.” (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal 26-27)
Ketiga : Membela Syariat
Hendaklah dalam menuntut ilmu berniat membela syariat, karena kitab-kitab tidak mungkin bisa membela syariat. Tiadalah yang membela syariat melainkan para pengemban syariat. Disamping itu, bid’ah juga selalu muncul silih berganti yang ada kalanya belum pernah terjadi pada jaman dahulu dan tidak ada dalam kitab-kitab sehingga tidak mungkin membela syariat kecuali para penuntut ilmu.(Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal 27-28).
Alangkah banyaknya kitab dan alangkah banyak pula perbedaan didalamnya! Seorang muslim tidak lagi tahu apa yang harus ia ambil dan apa yang harus ia tinggalkan? Dari mana memulai dan dimana berakhir! (Wasiyyatu Muwaddi’, Husain Al ‘Awayisyah hal :29-30).
Keempat : Berlapang Dada Dalam Masalah Khilafiyah (Perbedaan Pendapat)
Hendaklah selalu berlapang dada dalam menyikapi perbedaan pendapat yang bersumber dari ijtihad. Yaitu permasalahan yang memungkinkan seseorang berpendapat dan terbuka kemungkinan untuk berbeda. Adapun siapa saja yang menyelisihi jalan salafush shalih dalam masalah aqidah maka hal ini tidak bisa diterima dan ditolelir. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal 28-29) . Baca pula untuk masalah ini kitab Perpecahan Umat, karya: Dr Nasir al ‘Aql, penerbit Darul Haq Jakarta.
Kelima : Mengamalkan Ilmu atau Zakat Ilmu
Hendaklah para penuntut ilmu mengamalkan ilmunya, baik berupa aqidah, ibadah, akhlak, adab dan muamalah, karena hal ini adalah merupakan hasil dan buah dari ilmu itu. Pengemban ilmu itu seperti pembawa senjata; Bisa berguna dan bisa pula mencelakakan sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam:
“Al Qur’an itu membelamu atau mencelakakanmu.” (HR. Muslim)
Membelamu apabila kamu amalkan dan mencelakakanmu apabila tidak kamu amalkan. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal:32)
Karena keutamaan ilmu itulah ia semakin bertambah dengan banyaknya nafkah (diamalkan dan diajarkan) dan berkurang apabila kita saying (tidak diamalkan dan diajarkan) serta yang merusaknya adalah al kitman (menyembunyikan ilmu). (Hiyah Tholibil Ilmi, Bakr Abu Zaid hal :72)
Keenam : Berdakwah Kepada Allah
Allah berfirman:
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan ummat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran:104)
Hendaklah mendakwahkan ilmunya kepada Allah dalam berbagai kesempatan, baik di masjid, di majlis-majlis, di pasar dan diberbagai kesempatan. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal :37-38).
Ketujuh : Hikmah
Hendaklah menghiasi dirinya dengan hikmah. Apabila kita menempuh cara ini pastilah kita mendapatkan kebaikan yang sangat banyak, sebagaimana firman Allah:
“Dan barangsiapa yang dianugerahi al hikmah itu, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak.” (QS. Al Baqarah:269)
Al Hakim (orang yang bijaksana) adalah orang yang menempatkan sesuatu pada tempatnya. Allah telah menyebutkan tingkatan-tingkatan dakwah dalam firman-Nya :
“Serulah (manusia) kejalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS. An Nahl:125)
Dan Alla menyebutkan pula tingkatan keempat tentang berdebat dengan ahli kitab dalam firman-Nya:
“Dan janganlah kamu berdebat dengan ahli kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang dzalim diantara mereka.” (QS. Al ‘Ankabut:46)
(Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal:37-38)
Kedelapan : Sabar Dalam Menuntut Ilmu
Hendaklah sabar dalam menuntut ilmu, tidak terputus (ditengah jalan) dan tidak pula bosan, bahkan terus menerus menuntut ilmu semampunya. Kisah tentang kesabaran slafush shalih dalam menuntut ilmu sangatlah banyak, sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu anhuma bahwa beliau ditanya oleh seseorang: “Dengan apa anda bisa mendapatkan ilmu?” Beliau menjawab: “Dengan lisan yang selalu bertanya dan hati yang selalu memahami serta badan yang tidak pernah bosan.” (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal:40 dan 61)
Bahkan sebagian dari mereka (salafus shalih) merasakan sakit yang menyebabkannya tidak bisa bangun dikarenakan tertinggal satu hadits saja. Sebagaimana terjadi kepada Syu’bah bin al Hajjaj rahimahullah, ia berkata: “Ketika aku belajar hadits dan tertinggal (satu hadits) maka akupun menjadi sakit.”
Barangsiapa mengetahui keutamaan ilmu dan merasakan kelezatannya pastilah ia selalu ingin menambah dan mengupayakannya, ia selalu lapar (ilmu) dan tidak pernah keying sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam: “ Ada dua kelompok manusia yang selalu lapar dan tidak pernah kenyang: orang yang lapar ilmu tidak pernah keying dan orang yang lapar dunia tidak pernah keying pula.” (HR. Al Hakim dll dengan sanad tsabit) (Hilyah al ‘Alim al Mu’allim, Syaikh Salim al Hialaliy hal 22-23)
Abu al ‘Aliyah rahimahullah menuturkan:”Kami mendengar riwayat (hadits) dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam sedang kami berada di Basrah (Iraq), lalu kamipun tidak puas sehingga kami berangkat ke kota Madinah agar mendengar dari mulut mereka (para perawinya) secara langsung.” (‘Audah ila as Sunnah, Syaikh Ali Hasan al Atsariy hal 44).
Kesembilan : Menghormati dan Menghargai Ulama/ Guru
Hendaklah para penuntut ilmu menghormati dan menghargai para ulama/Guru dan berlapang dada dalam menyikapi perbedaan pendapat diantara mereka serta memberi udzur (alasan) kepada para ulama yang menurut keyakinan mereka telah berbuat kesalahan. Ini adalah masalah yang sangat penting, karena sebagian orang sengaja mencari-cari kesalahan orang lain untuk menjatuhkan mereka dimata masyarakat. Ini adalah kesalahan terbesar. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal 41).
Hendaklah menghormati majlis (ilmu) dan menampakkan kesenangan terhadap pelajaran serta mengambil faedahnya. Apabila seorang syaikh (guru) melakukan suatu kesalahan atau kekeliruan maka janganlah hal itu membuatnya jatuh dihadapanmu, karena hal ini menjadikanmu tidak lagi mendapatkan ilmunya. Siapasih orang yang tidak pernah berbuat kesalahan.?
Jangan sekali-kali memancing kemarahannya dengan “Perang urat syaraf”, yaitu menguji kemampuan ilmu dan kesabarannya. Apabila hendak berguru ke orang lain maka mintalah ijin kepadanya, karena hal ini menjadikannya selalu menghormatimu, semakin cinta dan saying kepadamu.” (Hilyah Tholibil ‘Ilmi, Bakr Abu Zaid hal:36).
Kesepuluh : Memegang Teguh Al Kitab dan As Sunnah
Wajib bagi para penuntut ilmu untuk mengambil ilmu dari sumbernya yang tidak mungkin seseorang sukses bila tidak memulai darinya, yaitu:
1. Al-Qur’anul Karim; Wajib bagi para penuntut ilmu untuk berupaya membaca, menghafal, memahami dan mengamalkannya.
2. As Sunnah As Shahihah; Ini adalah sumber kedua syariat Islam (setelah Al Qur’an) dan penjelas al Qur’an Karim.
3. Sumber ketiga adalah ucapan para ulama, janganlah anda menyepelekan ucapan para ulama karena mereka lebih mantap ilmunya dari anda.
(Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hl :43,44, dan 45)
Kesebelas : At Tatsabbut dan Ats Tsabat
Termasuk adab terpenting yang wajib dimiliki oleh penuntut ilmu adalah; At Tatsabbut. Yang dimaksud dengan At Tatsabbut adalah berhati-hati dalam menukil berita dan ketika berbicara.
Adapun ats tsabat adalah sabar dan tabah untuk tidak bosan dan marah, dan agar tidak mengambil ilmu hanya secuil-secuil saja lalu ia tinggalkan, karena hal ini berdampak negatif dan menyia-nyiakan waktu tanpa faedah. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hl :50)
Keduabelas : Berupaya Untuk Memahami Maksud Allah dan Rasul-Nya
Termasuk adab terpenting pula adalah masalah pemahaman tentang maksud Allah dan juga maksud Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam; Karena banyak orang yang diberi ilmu namun tidak diberi pemahaman. Tidak cukup hanya menghapal al Qur’an dan hadits saja tanpa memahaminya, jadi harus dipahami maksud Allah dan Rasul-Nya Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Alangkah banyaknya penyimpangan yang dilakukan oleh kaum yang berdalil dengan nash-nash yang tidak sesuai dengan maksud Allah dan Rasul-Nya Shalallahu ‘Alaihi Wassalam sehingga timbullah kesesatan karenanya. Kesalahan dalam pemahaman lebih berbahaya dari pada kesalahan dikarenakan kebodohan. Seorang yang jahil (bodoh) apabila melakukan kesalahan dikarenakan kebodohannya ia akan segera menyadarinya dan belajar, adapun seorang yang salah dalam memahami sesuatu ia tidak akan pernah merasa salah dan bahkan selalu merasa benar. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal :52)
Inilah sebagian dari adab yang harus dimiliki oleh para penuntut ilmu agar menjadi suri tauladan yang baik dan mendapatkan kesuksesan di dunia dan di akhirat, amien.
Sumber :
Al Qur’anul Karim dan Terjemahannya, hadiah dari kerajaan Saudi Arabia.
Kitab Al Ilmi, karya Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin
Hilyah Tholibil Ilmi, karya Syaikh Bakr bin Abdillah Abu Zaid
Hilyatul ‘Alim Al Mu’allim Wa Bulghatu Ath Thalib Al Muta’allim, karya Syaikh Salim bin Ied al Hilaliy
‘Audah ‘Ila As Sunnah, karya Syaikh Ali Hasan al Attsariy
Washiyyatu Muwaddi’, karya Syaikh Husain bin ‘Audah al ‘Awayisyah
Beasiswa oh beasiswa
Admin
Buat siswa siswiku di MA An-Nazhar Pagutan.... Oi bangun oi ! Beasiswa itu bukan cuma mimpi ! Dengan usaha keras, kita bisa kok mewujudkan impian kuliah di dalam atau di luar negeri dengan beasiswa.
Caranya?
- Mulai sekarang, main internet jangan cuma buka Facebook atau Twitter, tapi coba deh buka situs-situs beasiswa dalam dan luar negeri. Cari di google lalu ketik si di search engine'nya, beasiswa atau scholarship
- Kalau kita sudah tertarik sma salah satu beasiswa, coba hubungi pihak universitas tersebut atau hubungi lembaga yang menanganinya di kota kita. Enggak apa-apa kok kalau kita sekedar bertanya atau pengen tahu info lebih dalam
- Kalau sudah yakin dengan pilihan beasiswa kita, download formulir yang biasanya sudah tersedia di website universitas itu atau langsung datang ke universitasnya
- Perhatikan dan pahami syarat-syaratnya dengan baik, supaya enggak ada yang terlewat kalau kita sudah memberikan permohonan beasiswa nantinya
- Hayoo kita ubah diri kita supaya bisa memennuhi syarat (misalnya dengan rajin les bahasa Inggris lagi supaya tes TOEFL bisa sesuai dengan syarat yang diajukan
- Ikut milis tentang info beasiswa. Di sini banyak orang bertukar info soal beasiswa. Lumayan buat tips tambahan.
- Enggak ada salahnya kalau kita sudah punya tujuan negara tertentu yang tidak berbahasa pengetahuan, pasti bisa bikin kita jadi semangat dan enggak sabar untuk kuliah di sana
- Beruntunglah kalau sekarang kita gampang mencari teman lewat Facebook, Twitter, atau My Space. Cari saja teman yang tinggal di negara atau kota yang kita tuju untuk beasiswa. Siapa tahu, kita justru tahu lebih lengkap dibandingkan sekedar tahu info dari internet
- Jangan pernah nyerah . Kalau belum ketrerima, coba dan coba lagi. Banyak kok pelajar yang baru diterima setelah beberapa kali apply
Syaratnya ?
- Nilai TOEFL lebih dari 550 atau nilai IELTS 6.0
- TErmasuk dalam ranking 10 besar saat duduk di kelas 3 SMA
- SElain kemampuan baik di bidang akademis, pengalaman berorganisasi dan kemampuan lain yang kita punya pun bisa jadi nilai plus lho !
- Kalau beasiswa luar negeri, biasanya tiap negara punya syarat khusus. Misalkan saja di Jepang syaratnya mampu berbahasa JEpang.
- Legalisir ijazah dan dokumen lainnya
- Buat beasiswa luar negeri, jangan lupa urus paspor kalau belum punya
Cari di Sini !
www.beasiswa.blogspot.com
www.bursabeasiswa.com
www.aminef.or.id
www.adshakarta.or.id
www.atmajaya.ac.id
www.tarumanegara.ac.id
www.trisakti.ac.id
www.uty.ac.id
ato search aja di google... banyak kok....
Masih perlukah kita sekolah dan kuliah di indonesia?
Admin
Baru-baru ini saya terlibat diskusi hangat di Forum Alumni ITB tentang kesesuaian materi kuliah dengan pekerjaan.
Dari semua polling, cukup besar persentase alumni yang polling menyatakan bahwa presentase kesesuaian kecil.
Akan tetapi, berpendapat bahwa persentase keselarasan yang kecil tersebut tidak masalah.
ITB tidak terbatas ke Jurusan Informatika dan yang posting adalah alumni berbagai jurusan bahkan di semua sekolah menengah, tinggi dan universitas di indonesia.
Bila sebelumnya dalam berbagai tulisan saya fokus pada alumni pendidikan software, kali ini saya memperluas pembahasan ke berbagai jurusan.
Bisalah kita katakan bahwa para mahasiswa pernah begadang atau pernah (atau banyak) melanggar hukum dengan fotokopi buku cetak tanpa izin penerbit.
Para mahasiswa juga pernah harus berpikir yang rumit-rumit, nyontek, beli alat ini itu, dan ikut ospek - yang dalam beberapa kasus ditebus dengan nyawa.
Kalau alumni menganggap semua kesia-siaan pengorbanan itu tidak masalah, makin bertambah satu faktor penyebab jebloknya Indonesia. Ya, ternyata orang-orang yang dianggap intelek itu -alumni perguruan tinggi- adalah orang-orang yang boros luar biasa.
Mereka boros dengan dosa, mengumbar pelanggaran hal salin orang lain secara bertahun-tahun tanpa rasa bersalah.
Mereka boros dengan dosa menyontek. Bahkan setelah boros dengan segala dosa itu, mereka bisa dengan enteng mengatakan tidak masalah bahwa ujung dari semua dosa tersebut bukanlah keberhasilan membuat produk.
Banyak engineer Cina, Jepang, Korea, atau Taiwan melakukan semua dosa diatas tapi berujung pada penguasaan teknologi untuk membuat produk.
Bila sama-sama berdosa seperti itu, saya lebih bangga jadi orang-orang ras kuning daripada orang indonesia dalam hal seperti itu.
Sekarang mari kita lihat hal-hal boros tanpa melihat dosa.
Bila melihat borosnya alumni -dengan menyetujui kesia-siaan pendidikan- tidak mengherankan kita kalah dari Cina, Jepang, Korea, Malaysia, dan Singapura.
Malaysia berusaha tidak boros dengan pendidikan mereka sehingga engineer mereka bisa dipakai untuk menguasai industri otomotif, transportasi, dan teknologi informasi.
Ada efek yang buruk dan mengkhawatirkan dari ketidakpedulian alumni tentang ketidaksesuaian materi kuliah dengan pekerjaan.
Efek buruk pertama adalah ketidakpedulian pebisnis pendidikan dan pengajar.
Bayangkan kalau saya pengajar atau pebisnis pendidikan.
Suatu saat saya menghadapi demontrasi besar-besaran dari mahasiswa. Mereka protes bahwa materi kuliah jelek dan tidak sesuai tuntutan dunia kerja.
Saya akan undang alumni terkenal yang sudah bekerja di bidang lain dan boros dengan pendidikan yang merasa cincai-lah tidak harus bekerja sesuai jurusan segera setelah tamat.
Alumni tersebut tentu harus konsisten dengan perkataannya. Dia saya pakai untuk membuat pembelaan,"Sudah, jangan ribut tentang materi kuliah." Nah, saya enak dan mudah 'kan berkelit dari tanggung jawab?
Sebagai mahasiswa, saya juga bisa menyalahgunakan tingkat pemaafan yang berlebihan terhadap ketidaksesuaian materi kuliah dengan pekerjaan.
Kalau dosen saya menasihati -atau mungkin tepatnya menakut-nakuti- bahwa saya harus belajar serius di kelasnya, saya akan dengan enteng mengutip alumni saya,"Pak, alumni kita banyak kerja enggak sesuai jurusan kok. Saya cuma mau dapat gelar kok di sini. Bapak tau itu juga, 'kan?"
Suatu pembelaan yang klasik terhadap tidak sesuainya materi kuliah dengan pekerjaan adalah seperti ini,"Yang kita dapat itu pola pikirnya".
Tidak jelas pola pikir seperti apa yang didapat dari kuliah yang sesuai dengan banyak pekerjaan. Bukankah banyak buku yang mengajarkan kita cara berpikir? Saya pada saat kuliah di ITB di dekade 1980 sudah membaca buku De Bono berjudul Berpikir Lateral.
Koordinator Kopertis Wilayah IX Sulawesi, Prof.Dr. Muhammad Basri Wello, mengatakan bahwa kuliah adalah investasi (http://metrotvnews.com/read/news/2012/02/04/80908/Belasan-Universitas-Terancam-Jadi-Sekolah-Tinggi/3).
Bila kita sangat permisif untuk membiarkan materi kuliah tidak sesuai pekerjaan, apakah (materi) kuliah masih merupakan investasi?
Sumber:PCMedia 03/2012
Penulis: Bernaridho L. Hutabarat (Direktur PT Bisnis Tekno Ultima)
bernaridho@biztek.co.id
Mengisi Kekosongan Jiwa
Admin
Sudah dua minggu ini saya malas sekali untuk memposting sesuatu di blog, padahal banyak sekali info yang bisa saya bagikan kepada rekan-rekan semua. itulah akibat dari kemalasan dan tidak adanya target dalam hidup ini, yang menyebabkan kita bekerja/melakukan sesuatu dikala kita bergairah saja untuk melakukannya, sedangkan ketika kita dalam konisi down/malas kita akan diam seribu bahasa dan tidak mengerjakan apapun.
ada dua hal yang dapat membantu kita agar tetap eksis dalam menjalankan berbagai aktivitas yang bermanfaat, contohnya ya seperti beribadah, mengisi blog ini, belajar, mengajar, sekolah, kuliah, dan lain sebagainya, yang pertama adalah jadikan kegiatan tersebut sebagai rutinitas, dan yang kedua tetapkanlah target dari kegiatan tersebut. target yang saya maksud dalam tulisan ini mencakup SMART, apa itu smart?, S= Spesific, M= measureble, A=Agreement, R=Reliabel, T=Timebone.
S : berarti Spesifik. Buatlah resolusi Anda secara detail agar lebih fokus.
M : untuk Measurable (terukur). Setelah Anda membuat tujuan yang spesifik, pastikan Anda bisa mengukurnya. Misalnya, berapa kali Anda menghubungi keluarga atau teman lama, dalam rangka mendekatkan diri dengan mereka, apa yang diperlukan untuk mencapai rencana anda..dan sebagainya.
A : untuk achievable (bisa dicapai).
R : untuk realistik. Sebelum membuat tujuan, lihat juga kemampuan diri. Artinya jangan memaksakan diri untuk sesuatu yang diluar kemampuan.
T : time atau waktu. Buatlah deadline dalam jangka pendek. Jangan biarkan tujuan Anda tidak memiliki tenggang waktu atau Anda hanya akan mengulangi resolusi tahun lalu yang belum juga tercapai.
kesimpulannya begini: yang pertama kegitan tersebut memiliki tujuan yang jelas, hasil dari kegiatan tersebut dapat disebutkan dengan angka-angka (itungan uang), dapat desetujui oleh otak kita dalam menggapai hasilnya, tujuan dari kegiatan tersebut nyata dan tidak hanya sekedar impian (seseorang telah dapat menggapainya), dan yang terakhir harus menetapkan time bone, atau batasan waktu dalam mengerjakannya.
nah, itulah beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk mengisi kekosongan jiwa dengan berbagai aktivitas dan kegiatan bermanfaat
Langganan:
Postingan (Atom)